Jika kau rasa sepi, tengoklah langit
entah lukisan awan
entah burung beterbangan
entah rembulan
entah gugusan bintang
mereka akan mengingatkan
sesungguhnya sepi hanyalah perasaanmu sendiri
ada Dia yang selalu menemanimu
29 juni 2013
Sabtu, 29 Juni 2013
Sabtu, 15 Juni 2013
Cerita dari Gerbong Kereta pt.2
Terkadang suatu perjalanan itu
memberikan makna bukan pada tujuan yang akan kita tuju, namun justru pada
perjalanan itu sendiri. Sebuah gerbong kereta yang apabila kita lihat dari
kejauhan hanyalah sebuah gerbong kereta dengan orang berdesakan akan memberikan
cerita dan pelajaran yang tak terpikirkan sebelumnya untuk kita bila kita ikut
berkelut didalamnya. Kita akan bertemu dengan banyak orang dengan
masing-masing realita kehidupannya.
Mungkin terlalu egois
kelihatannya, menilai orang hanya dari apa yang nampak terlihat. Padahal ada pepatah
“don’t judge a book by it’s cover”. Mungkin
dibalik penampilannya yang seperti itu mereka punya latar belakang kehidupan
yang bertolak belakang, mungkin. Memang tak ada yang bisa menebak.
Tapi tak ada salahnya, tentu.
Bukan berarti kita men-judge orang
itu seperti itu. Cukup lihat saja keberagaman itu. Bagaimana perjuangan seseorang yang tersirat dari wajahnya.
Dalam sebuah perjalanan itu banyak orang yang kita temui
dengan berbagi profesinya. Banyak tempat yang kita lihat dengan berbagai
lingkungannya. Itu yang harus kita pahami. Bayangkan bagaimana kita menjadi
orang itu, bayangkan kita jika tinggal di tempat-tempat seperti itu. Bayangkan
apa yang kita lakukan, bayangkan jadi seperti apakah kita, bandingkan dengan nikmat
yang kita dapat, bandingkan kebahagiaan yang kita dapat. Bisa juga menjadi tolak
ukur sejauh apa kita melangkah, sejauh apa kita tertinggal, sudahkah kita
melangkah jauh ke depan.
Dalam perjalanan terkadang kita
juga bisa melihat. Bagaimana dunia sebenarnya sangat kejam, namun manusia tak
sadar. Bagaimana segala tuntutan kehidupan membuat manusia bersibuk diri.
Sehingga banyak hal yang terlupakan, bagaimana anak-anak mereka, bagaimana
sahabat-sahabat mereka, dan bagaimana dengan Tuhan.
Sebuah perjalanan akan mengajarkan
kita bagaimana bersyukur, bagaimana Tuhan memberikan nikmat. Coba pikirkan
sejenak, nikmat Tuhan mana yang engkau dustakan?
Memang kehidupan itu berproses,
seperti apa kita hari ini, mungkin esok hari sudah berbeda. Bisa lebih baik
bisa juga sebaliknya. Entahlah, itu tergantung kita.
Mari terus berproses :)
Jumat, 14 Juni 2013
Dari Suatu Sore di Bulan Juni
Sore kala-kala itu
penuh dengan keringat bercucuran
penuh dengan tumpahan tawa
penuh dengan peliknya persaingan
Sore kala-kala itu
angin berhembus lembut
matahari tersenyum sendu
awan terlukis bersama langit yang tak biru
Sore kala-kala itu
mengajarkanku keberanian
mengajarkanku tanggung jawab
mengajarkanku kebahagiaan dari sebuah pertemanan
mengajarkanku sebuah kerja sama
mengajarkan banyak hal tentang kehidupan
Sore selalu membawa suasana khas
Sore selalu mengkisahkan cerita
Sore selalu menyisipkan pesan
Sore kala ini
angin masih berhembus lembut
matahari masih tersenyum sendu
awan masih terlukis bersama langit yang tak biru
Namun sore kala ini
ada satu hal yang membuatku pilu
karena di sore ini terselip sebuah rindu
dari suatu sore di bulan juni
Sore kala-kala itu
mengajarkanku keberanian
mengajarkanku tanggung jawab
mengajarkanku kebahagiaan dari sebuah pertemanan
mengajarkanku sebuah kerja sama
mengajarkan banyak hal tentang kehidupan
Sore selalu membawa suasana khas
Sore selalu mengkisahkan cerita
Sore selalu menyisipkan pesan
Sore kala ini
angin masih berhembus lembut
matahari masih tersenyum sendu
awan masih terlukis bersama langit yang tak biru
Namun sore kala ini
ada satu hal yang membuatku pilu
karena di sore ini terselip sebuah rindu
dari suatu sore di bulan juni
Kamis, 13 Juni 2013
Hujan Bulan Juni - Sapardi Djoko Darmono
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
sabarlah dengan proses
Setiap orang itu berproses, ada kalanya, ada waktunya
Sabar dan nikmati
Berdoa
Berusaha
Dan teruslah mencari tahu
Agar kita pada proses yang benar :)
Allah bersama orang yang sabar
QS 2:153
Sabar dan nikmati
Berdoa
Berusaha
Dan teruslah mencari tahu
Agar kita pada proses yang benar :)
Allah bersama orang yang sabar
QS 2:153
Seseorang dan Perahunya
Mungkin Allah tahu perahu nya masih mudah terombang-ambing, sedang dia tidak
Lalu Allah mengirimkannya badai, supaya dia tahu sehebat apa perahunya terombang-ambing
Allah tak akan membuatnya sampai tenggelam
Allah hanya ingin dia memperbaiki perahunya agar tidak mudah terombang-ambing lagi
Karena Allah tahu dia mampu :)
Minggu, 09 Juni 2013
Jurnal. Senin, 4 Juni 2013 : Universitas Indonesia
Sampai pukul 11
pagi masih belum terpikirkan olehku apa yang harus kulakukan pada hari itu.
Agenda hari itu hanyalah mengumpulkan proposal outline PKL ku ke sekertariat
kampus. Tak diduga di depan kampus aku bertemu dengan seorang teman, Bayu, dia
salah satu teman karibku. Ternyata dia juga bermaksud mengumpulkan proposal pkl
nya, kebetulan sekali. Sesampainya di sekertariat tak diduga pula kami bertemu seorang
teman kami, Nourma. Hmm, I think today
will be something.
Akhirnya, setelah
urusan kami selesai di sekertariat kami bertiga memutuskan untuk menyantap es
pisang ijo yang dijual di depan kampus. Kami pun berbincang-bincang sambil
menikmati es pisang ijo. Dari hasil perbincangan kami, disimpulkan bahwa
ternyata kami memiliki permasalahan yang sama, yaitu tidak memiliki kegiatan
yang bisa dilakukan alias nganggur. Akhirnya tercetus ide untuk melakukan
perjalanan random menggunakan KRL.
Akhirnya dengan modal nekat, dan *ehem* uang pinjaman. kami pun berangkat
padahal belum tahu kemana tujuannya. Tujuan urusan belakangan, bisa dipikirkan
di angkot, yang penting sampai stasiun dulu, pikir kami saat itu.
Sesampainya di
stasiun Pondok Ranji kami masih berpikir keras tujuan yang harus kami tuju.
Pilihannya ada enam, Bogor, Depok (UI), Bekasi, Serpong, Jakarta Kota, dan
Tanah Abang. Susah untuk menemukan titik temu, sampai terbesit ide “Gimana kalo kita langsung ke loket aja trus
nanya sama petugas loketnya sebaiknya kita pergi kemana”. Ide bagus
sebenarnya, tapi sepertinya terlalu lucu untuk direalisasikan. Akhirnya setelah
dengan berbagai macam pertimbangan, akhirnya kami putuskan untuk ke Tanah
Abang, ya Tanah Abang. Entah apa yang akan kami lakukan disana kami pun tidak
tahu.
Stasiun Tanah
Abang pun telah kami injak. Tapi kami masih belum yakin betul apakah ini tujuan
kami. “Yakin nih mau ke Tanah Abang”.
Kami bertiga sama-sama tidak yakin sebenarnya. Baru setelah itu kami pun
memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke UI, Universitas Indonesia. Dan hari
itu menjadi kunjungan perdanaku ke Universitas Indonesia. Let’s go!
Keluar dari
Stasiun UI, pemandangan pertama yang terlihat adalah sebuah jalan sepi dengan
Bikun (Bis Kuning) yang lalu lalang. Ada juga beberapa sepeda motor dan mobil. Tujuan
pertama kami adalah ke Fakultas Psikologi, karena Bayu akan bertemu temannya
yang sekaligus akan menjadi tour guide
kami disana, ya tour guide. Pemandangan
yang kurang lazim bagi saya kami mulai tampak. Parkiran dengan penuh
mobil mewah, dan gedung kuliah yang dilengkapi fasilitas minimarket dan tempat penarikan uang atau ATM. Akhirnya kami bertemu dengannya, namanya Meika, M-E-I-K-A, Meika.
Bukan Mikha Angelo bukan juga Mikha Tambayong. Kemudian kami masuk ke gedung
psikologi, pemandangan tak lazim di depan tadi belum seberapa. Lantai bawah
adalah sebuah kantin yang menyediakan berbagai kue dan makanan berat dengan
menu yang bermacam-macam dan sepertinya bakal menguras kantong jika makan
disini. Sebenarnya biasa saja sih, tidak terlalu wow! , tidak mewah juga, hanya saja jika dibandingkan dengan kantin
kebanggaan kampus kami yang biasa kami sebut dengan Plasa Mahasiswa kok kurang
bisa disandingkan. Lalu kami naik ke lantai tiga, menggunakan lift. Keluar dari lift sangatlah berbeda keadaannya di kampus kami. Rasa-rasanya saya
sedang mengalami sebuah cultural shock.
Entah apa yang mereka bicarakan saya juga tidak paham, tapi hampir disetiap
sudut ada mahasiswa yang sedang mendiskusikan sesuatu dengan serius. Berbeda
dengan di kampus kami, ada sih yang duduk-duduk seperti itu, tapi itu biasanya
karena ruang kelas nya masih dipakai oleh kelas lain jadi kami harus duduk
menunggu di luar. Lalu, kami pun berjalan dengan percaya diri walaupun ada rasa
sedikit awkward karena penampilan
kami berbeda dengan yang lainnya. Mungkin dalam pikiran mereka kami itu dari
kecamatan mana, kok pakaiannya seperti itu, mungkin. Ya, kami masih menggunakan
seragam kampus dengan rok dan celana bahan, dan kemeja polos. Yasudah sih,
pikir kami dalam hati, gak kenal ini, kenal pun juga tidak apa-apa sebenarnya,
atau malah mau kenalan. #plak
Perjalanan kami
lanjutkan dengan berkeliling UI dengan Bikun, kendaraan umum khas dari UI. Didalam
bus, saya duduk di kursi belakang pojok bersama Nourma. Jadi saya bisa
memperhatikan gerak-gerik banyak orang disitu. Blink-blink are everywhere, everywhere is blink-blink. Terbesit dalam pikiran saya, apakah menjadi suatu
keharusan setiap orang disini berdandan cantik dan modis. Kok rasa-rasanya
setiap orang di dalam bis ini gak ada yang biasa-biasa saja. Kalau ibarat film
kartun saya dipojok sini merasa berada dalam naungan abu-abu sementara yang
lainnya full color. Rasa-rasanya di
kampus lain sekaliber UGM pun tidak sampai segini. Atau emang aku yang kurang
gaul ya, haha. Sempat terpikir juga, ini mau kuliah atau mau ke PIM. Tapi dari
situ saya malah jadi bersyukur saya kuliah di kampus yang lingkungannya tidak
seperti ini. Saya tidak perlu pusing setiap hari memikirkan baju yang saya
kenakan, tas yang saya kenakan, merk apa yang saya pakai. Tanpa berpenampilan
seperti itu nyatanya bisa kuliah dengan tenang, saya bisa berteman dengan baik
dengan siapa saja di kampus.
Perjalanan bikun
berhenti di asrama UI, kami menyempatkan diri dulu makan disana. Harga nya
tidak terlalu mahal kok. Saya makan nasi telur balado, mi, dan sayur harganya
6000 rupiah, Si Bayu pakai ayam 9000 rupiah. Tergolong standard. Nah, kalo
kantin yang ini mengingatkan saya pada suatu tempat, Plasa Mahasiswa, walaupun
kursi dan gedungnya masih lebih baik ini, sebelas dua belas lah, ada kucingnya
juga, walaupun kucingnya juga lebih bersih kucing disini.
Selesai makan
kami kembali ke halte awal menggunakan bikun lagi. Tujuan kami selanjutnya
adalah Detos atau Depok Town Square.
Seperti halnya mall mall di ibukota, mall ini besar dan banyak kios nya, dan
yang dijual pun harganya murah-murah, jauh lebih murah dari Blok M. Sempat
kalap juga disana, ya.. naluri wanita adalah belanja.
Setelah itu kami
ke es pocong. Apa itu es pocong, mulanya saya juga kurang tahu, agak aneh juga
mendengar namanya tapi si Bayu bersikeras ingin kesana. Akhirnya kami pun
kesana. Dalam perjalanan ke warung es pocong kami melewati gang sempit, yang
sekilas mengingatkan saya pada suatu tempat. Mirip sebuah gang kecil di
belakang kampus kami, Gang Kalimongso. Miriplah suasananya, tapi yang dijual
disini bukan hanya warteg atau fotokopian saja, kebanyakan adalah aksesoris
yang berbau UI, buku, jam tangan, dan payung. Sesampainya d warung es pocong, ternyata
es pocong itu tidak jauh berbeda dengan es pisang ijo. Komposisinya sama dengan
es pisang ijo malah. Yang membedakan adalah pada pisangnya tidak dilapisi
dengan lapisan tepung beras yang berwarna hijau, hanya pisang saja. Selain es
pocong, kami juga memesan mendoan. Harga es pocong tidaklah terlalu mahal cukup
dengan harga 6000 rupiah kita bisa menikmati semangkuk es yang lumayan
menyegarkan, harga mendoan juga standard yaitu 2500 rupiah.
Kenyang dan
lelah, kami pun memutuskan untuk kembali ke Bintaro. Namun sebelum pulang kami
mampir dulu ke warung kembang tahu, sejenis makanan seperti bubur kacang hijau
tetapi bahan dasarnya tahu. Ada berbagai varian rasa, ada original, keju, dan
kacang. Karena sudah terlalu kenyang saya tidak ikut membeli. Nourma dan Meika
masing-masing membeli satu bungkus, aku dan Bayu hanya menyicip saja. Enak!
Well, what a wonderful day! Really unpredictable.
Saking menyenangkannya kami tak sempat mangabadikan momen-momen disana. Tapi
sungguh menyenangkan, tak disangka menjadi hari yang bersejarah, buat saya
tentunya karena ini pertama kali saya main ke Depok dan mengunjungi Universitas
Indonesia. Hehe. Akhirnya kami pulang menaiki KRL tujuan Tanah Abang pukul
20.35.
Terimakasih
untuk hari ini teman ! Kapan-kapan lagi ya :D
cerita dari gerbong kereta pt.1
Penuh sesak gerbong kereta sudah
menjadi makanan sehari-hari penggunanya. Tua, muda, kaya, miskin tergabung
menjadi satu, berkumpul menjadi satu. Namun memiliki tujuan masing-masing.
Mungkin hanya aku yang duduk di sudut ini tanpa tahu tujuan.
Mereka masing-masing sibuk. Ada
yang sibuk dengan gadgetnya, terus menggeser layar ke kanan danke kiri. Ada
yang terpejam sambil mendengarkan lagu melalui headset. Ada yang hanya melamun.
Ada yang sibuk dengan bukunya. Ada yang sibuk menulis sesuatu. Ada yang sibuk
ngobrol dengan temannya. Ada yang sibuk menjaga barang-barang bawaannya. Ada
yang sibuk memandang keluar jendela. Ada yang sibuk mengamati orang lain. Ada.
Disini, aku berada diantara
sekelompok anak SMA yang sepertinya baru saja merasakan indahnya bangku SMA. Kuhitung,
jumlah mereka 5 orang. Kuamati, masing-masing hampir sama, penampilan mereka
maksudku. Tas punggung yang talinya panjang, rok lipid, dan blackber*y dengan
karet pink. Mereka berkongsi, saling berhadapan, dan sesekali saling
bertatap-tatapan sambil sedikit berbincang. Tapi, fokus mereka hanya satu,
benda berwarna pink itu. Kalau boleh berkomentar, ada kurang padu antara yang
mereka kenakan dan yang mereka genggam di tangan itu. Bukan maksud merendahkan,
dan tak ada maksud berburuk sangka pula. Tapi tiba-tiba terbesit dalam
pikiranku entah butuh perjuangan seperti apa orang tua mereka hingga mampu
membelikan barang itu. Tapi kecintaan kepada anaknya mungkin apapun akan
diperjuangkan. Ada beberapa percakapan yang sedikit ku dengar “Eh lo tau pin BB nya xxxxx ? “ “Kagak dibales” “Gue pinjem powerbank lo dong” “Ah
bete ni gue”. Aku masih belum
mengerti inti dari pembicaraan mereka. Kadang aku hanya berpikir, untuk apakah
sebenarnya barang kecil itu bagi mereka. Berkomunikasi kah, atau ada
kepentingan lain yang lebih penting. Entahlah. Hanya saja sedikit disayangkan
ketika usia mereka yang masih muda, saat dimana otak mereka dikembangkan dengan
semaksimal mungkin, hanya dihabiskan untuk berfokus pada benda itu. Sayang.
Mungkin akan lebih baik apabila dibelikan barang lain yang lebih mendatangkan
manfaat, buku misalnya. Tapi setiap orang memiliki cara pandang sendiri yang
tidak bisa dipaksakan. Mungkin dalam “kotak” mereka, dengan barang itu mereka
merasakan bahagia. Walaupun di “kotak” lain orang lain menganggap itu hanya
kebahagiaan yang semu dan sesuatu yang sia-sia.
Di sudut lain, nampak dua orang gadis
remaja sedang duduk bersama. Sepertinya mereka sebaya denganku. Duduk dengan
manis dengan baju yang modis. Warna warni. Yang satu bermotif polkadot, yang
satu bermotif garis vertikal yang sedikit abstrak. Jam tangan, gelang, dan
cincin melekat di tubuh mereka. Semuanya warna warni. Rambut salah satu dari mereka tersisir
sangat rapi, plus hiasan penjepit rambut. Yang satu berhijab, dengan entah
bagaimana itu cara mengenakannya, karena terlalu ribet dilihatnya. Wajah mereka
juga tampak tak biasa, bibir merekah , bulu mata yang lebih lentik, dan pipi
yang merona merah jambu. Entah kemana tujuan meraka, aku tak memiliki bayangan,
mungkin suatu mall, atau rumah teman mereka, bisa jadi. Di sudut lain, ada
seorang pemuda yang kuamati menatap mereka. Memperhatikan mereka, senyum-senyum
sendiri. Hah! Dasar lelaki. Tapi mereka berdua tidak sadar kalau ada yang
diam-diam mengamati. Aduh mbak, sayang cantiknya diobral murah-murah. Kok jijik
sendiri melihatnya. Saya jadi tengok kanan kiri, jangan-jangan ada yang berlaku
sama kepada saya. Ah, tapi mana mungkin orang saya kumel kaya gini, item lagi.
Tapi saya jadi bersyukur, untung saya kumel, haha. Kalau memang tujuannya untuk
memikat lawan jenis, rasa-rasanya kok murahan sekali jika caranya seperti itu. Dan
lagi-lagi, SEMU. Palsu. Padahal cinta itu tak perlu dicari, cinta akan datang
sendiri. Jadi diri sendiri, itu sudah lebih dari cukup. Cinta sejati itu tak
bisa melihat, namun dirasa dengan hati. #tsah. Kata orang sih. Kok jadi ngomongin cinta. Haha.
Yang jelas kata pepatah, wanita yang baik itu seperti mutiara, mutiara yang berkualitas itu
tersembunyi dibawah lautan yang dalam, dan hanya penyelam ulung lah yang mampu
menemukannya. Jadi tenang aja para wanita, tak perlu lah mengumbar-umbar kecantikan, yang
berkualitas pasti dicari kok, memang tak mudah menemukanmu, tapi pasti yang menemukanmu
itu adalah yang terbaik untukmu. #tsah. Be the best of you. Gak perlu lah beli
mascara, lipstick, perona pipi, baju aneh-aneh. Cukup lah dengan senyuman,
because smile is the best make up that
girl can wear :).
Terkadang sebuah perjalanan bisa
membuat kita berkaca. Manusia seperti apakah kita. Sebuah perjalanan juga dapat
memberikan gambaran bagaimana dunia membutakan manusia, bagaimana mereka
terkungkum dalam sebuah ruang, terisolasi, dan berjuang didalamnya. Padahal,
jika mereka bisa keluar dan melihat lebih luas lagi, apa yang mereka lakukan
itu kurang berarti.
Jumat, 07 Juni 2013
Kamar, 6 Juni 2013
Sebuah kursi, dan aku duduk diatasnya.
Di sebuah ruang yang memiliki 6 sudut.
Tak ada suara detik jarum jam.
Hanya suara angin sepoi-sepoi dari luar,
dan suara kehebohan dari sebuah tv di ruang tamu.
Memori-memori tersusun rapi di dinding.
Tumpukan-tumpukan kertas penuh aksara yang berpadu,
tersusun di atas meja.
Nuansa perjuangan, kemalasan, candaan,
dan tangisan berputar-putar diatas kepalaku.
Seolah menahanku untuk tinggal.
Ruangan ini sudah seperti bagian dari jiwaku.
Maaf, aku harus pulang.
Namun aku akan kmbali lagi :)
Bintaro, 6 Juni 2013
11:35
sesaat sebelum pulang
Di sebuah ruang yang memiliki 6 sudut.
Tak ada suara detik jarum jam.
Hanya suara angin sepoi-sepoi dari luar,
dan suara kehebohan dari sebuah tv di ruang tamu.
Memori-memori tersusun rapi di dinding.
Tumpukan-tumpukan kertas penuh aksara yang berpadu,
tersusun di atas meja.
Nuansa perjuangan, kemalasan, candaan,
dan tangisan berputar-putar diatas kepalaku.
Seolah menahanku untuk tinggal.
Ruangan ini sudah seperti bagian dari jiwaku.
Maaf, aku harus pulang.
Namun aku akan kmbali lagi :)
Bintaro, 6 Juni 2013
11:35
sesaat sebelum pulang
Sabtu, 01 Juni 2013
jatuh
bagaimanapun itu ketika kamu berada di suatu ketingggian tertentu
saat itu pula kamu harus bersiap jatuh
kita tak pernah tahu setinggi apa kita akan terbang
namun haruslah mampu bersiap sedalam apa kita akan jatuh
jika tak ingin terlalu sakit
meskipun sakit sudah menjadi suatu kepastian
saat itu pula kamu harus bersiap jatuh
kita tak pernah tahu setinggi apa kita akan terbang
namun haruslah mampu bersiap sedalam apa kita akan jatuh
jika tak ingin terlalu sakit
meskipun sakit sudah menjadi suatu kepastian
Langganan:
Postingan (Atom)